Rabu, 31 Januari 2018

Kota, kita, dan Langit yang Melagukan Sepi

Apa kabar Bandung sore ini?
Jakarta dengan rintiknya yang terus menerus, mutlak membuat suhu tubuh turun.
Kau bisa menggambar apa pun di kaca  berembun, yang nampak lebih segar dari pagi.
Dan aku bisa berceloteh sampai tetes terakhir di warung kopi.
Beatles atau Rolling Stone, terserah kau mau dengar yang mana.
Kukira saat ini Bandung jauh lebih.
Hangat yang menyengat perlahan tergantikan oleh ribuan, atau mungkin juta (?) tetes air yang beradu cepat untuk sampai ke bumi.
Pijaran lampu kota seolah berujar, "Hei mentari, sudah saatnya bagimu untuk pulang. Sekarang giliranku tampil. "
Waktu yang berjalan tergantikan oleh rindu.
Dan kita, berpijak di tempat masing-masing, digantikan oleh kenangan.
Tidak ada gambar di kaca.
Tidak ada celoteh warung kopi.
Hanya ada kota, kita, tanpa kata.

Minggu, 21 Januari 2018

Pengalaman Naik Kereta Bandara Railink

“Naik kereta aja kok bawa koper..”, mungkin itu yang terlintas di benak teman-teman ketika melihat banyak orang berlalu lalang sambil menyeret koper di sekitar Stasiun Sudirman beberapa hari belakangan.

O o o, rupanya mereka berjalan menuju stasiun BNI City yang terletak tepat di sebelah Stasiun Sudirman. Memang sudah sebulan saya bekerja di daerah Sudirman, dan tepat sebulan juga saya penasaran untuk apa dibangun stasiun di sebelah stasiun.

Resmi beroperasi pada 02 Januari 2018, kereta api Railink merupakan inovasi baru bagi masyarakat untuk bepergian ke Bandara Soekarno-Hatta tanpa macet, dan tanpa menjebolkan kantong tentunya (coba bandingkan dengan naik taxi atau transportasi online dari Jakarta, ckck).

Meski baru official di awal tahun yang baru, gaungnya kereta bandara ini sudah terdengar jauh-jauh hari, dari yang awalnya dibilang bakal beroperasi Juli 2017, mundur jadi November, dan akhirnya fix di Januari 2018. Jelas terdengar dari berbagai media kalau sejak Desember akhir kereta ini akan diujicobakan terlebih dahulu, dengan harga tiket yang masih murmer (cuma 30 ribu aja).

Nantinya, seperti iklan-iklan apartment yang ada di TV, harga tiket akan naik Senin setelah masuk bulan Januari menjadi 70k, dan akan naik lagi jadi 100k. Jadi, karena mau nyobain tapi gak mau rugi keluar uang banyak, saya rela jadi kelinci percobaan. Gapapa deh naik kereta yang masih percobaan, yang penting murmer. Tak mau sendirian jadi kelinci, saya pun mengajak teman saya untuk terlibat dalam petualangan ini dengan iming-iming jalan-jalan melihat bandara.

Saya memilih hari Jumat terakhir di tahun 2017 untuk ngebolang. Tadinya saya pikir untuk naik kereta bandara ini hanya tinggal datang, beli tiket, dan naik. Beruntungnya saya mendapat info dari seorang teman yang kehabisan tiket saat mau naik kereta bandara. Rupanya banyak juga orang-orang yang berpikiran sama mau nyobain kereta baru ini (maklum, hal-hal baru di Indo pasti jadi hits). Akhirnya setelah banyak googling, saya memutuskan untuk booking dan bayar tiket via online (sempet bingung juga setelah bayar harus diapain kode booking-nya karena saya jarang bepergian di luar Jabodetabek).
Ada 3 cara untuk membeli tiket kereta bandara. Via vending machine yang ada di stasiun (no cash, jadi siapkan kartu kalian ya), lewat aplikasi, atau bisa lewat website resmi railink di https://reservation.railink.co.id

Karena saya beli via web, jadi saya jelaskan langkah yang via web aja ya..

1. Buka web (link-nya di https://reservation.railink.co.id).
2. Pilih one-way (kalau mau sekali jalan) atau round trip (kalau mau PP, harga juga double tentunya :P).
3. Pilih stasiun asal dan tujuan (saat ini baru 3 stasiun yang melayani keberangkatan dan tiba, yaitu Sudirman Baru (BNI City), Batu Ceper, dan SHIA (Soekarno Hatta International Airport).
4. Pilih tanggal keberangkatan dan masukkan jumlah penumpang yang mau naik, klik search
5. Langkah kedua adalah memilih jam kereta (angka-angka di bawah kereta sepertinya menunjukkan jumlah kursi yang masih tersisa) *tips: sebaiknya booking jangan dekat-dekat jamnya, takut gak kebagian nanti sia-sia udah jauh-jauh datang.
6.  Setelah pilih jam, web-nya akan klarifikasi lagi bener atau gak nih kalian mau naik kereta ini tujuannya kesini, jamnya jam segini, tinggal di-check list aja yang I agree and comply bla bla bla nya (kayak kalau baca terms and conditions buat akun socmed hehe), continue deng.
7.  Masukkan contact information seperti nama, tanggal ultah, no. HP, dan e-mail address, lalu pastikan kalian bukan robot dengan mencentang captcha-nya.
8.  Pilih mau payment menggunakan apa, lalu bayar deh.
9.  Setelah bayar akan ada e-mail masuk yang memberitahukan kode booking, juga syarat dan ketentuan untuk naik kereta. Nantinya kode booking ini bisa diinput di vending machine untuk ditukar dengan selembar tiket.

Sorenya, saya langsung pulang tenggo karena takut terjadi hal-hal di luar dugaan. Saya pikir lebih baik siap-siap dengan datang lebih awal karena belum tau seperti apa nantinya. Benar saja, saya sampai mendekati jam keberangkatan. Kata petugasnya, sekali ketinggalan kereta maka tiket hangus dan harus pesen ulang. Jadi, usahain jangan sampe pas-pas-an karena no reschedule.


Saya berjalan menuju stasiun Sudirman Baru/ Stasiun BNI City. Bagi teman-teman yang butuh naik kereta/ busway untuk ke stasiun ini, kalian bisa turun di Stasiun Sudirman/ Halte Busway Dukuh Atas → tanya orang sekitar bagaimana cara ke kolong fly over Sudirman → dari fly over tinggal jalan luruss aja, dan kalian akan sampai ke Stasiun Sudirman Baru yang ciamik kayak airport. Memang jarak dari luar ke dalam stasiun agak jauh, berbeda dari stasiun pada umumnya.

Stasiun BNI City (tampak jauh)
(tampak dekat)

(tampak lebih dekat lagi)
Sesampainya di pintu masuk, kita akan disambut eskalator yang didesain sedemikian rupa buat para travellers yang bawa barang. Semua harus naik ke atas dulu buat beli ataupun tuker tiket. Mari kita lihat sedikit penampakan stasiunnya lewat gambar di bawah.

Begini tampilan pintu masuknya

Ucapan "Selamat Datang" dalam berbagai bahasa (Hindi, Spanish, Arabic. Hayoo, kira-kira bahasa apa lagi yang ada di layar?)
Stasiun yang luas dan bersih
Untuk sebuah stasiun, Sudirman baru terbilang cukup luas. Oleh karena konsepnya sebagai stasiun yang dikunjungi berbagai orang yang datang dan menuju airport, segala petunjuk tersedia secara bilingual (dengan harapan banyak turis yang berkunjung ke stasiun ini kali ya). Selain itu, stasiunnya juga bersihh banget. Lantai dan kacanya kinclong (sampai bisa ngaca di lantai hehe). Walaupun mungkin salah satunya faktor masih baru, semoga aja ke depannya tetap begini.

Berbagai food vendor juga sudah banyak tersedia di stasiun, dan nampaknya akan bertambah banyak nantinya. Salah satu yang saya ingat adalah restoran ayam goreng merah milik Colonel Sanders. Cukup berbeda dengan Stasiun KRL Sudirman di sebelahnya yang kalau kita mau makan harus jajan ke abang-abang depan stasiun/ jajan di minimarket. Soal harga makanan dan minuman, apakah mirip-mirip harga makanan di bandara? Sayangnya, saya sampai mepet jam keberangkatan sehingga tidak sempat membeli makanan yang ada di sana.

Karena saya sudah beli tiket secara online, saya langsung menukarkan kode booking di mesin penjual tiket. Teman-teman tidak usah khawatir bingung dsb. Di sana sudah ada banyak staff yang berjaga di dekat mesin dan siap membantu. Tersedia juga staff di bagian informasi yang menyediakan jadwal kereta beserta jam-jam tiba di stasiun selanjutnya. Jadwal ini bisa diambil secara gratis loh.

Setelah memasukkan kode booking, tiket keluar dalam bentuk selembar kertas tipis. Melihat antrian masuk peron yang panjang, saya langsung turun dan ikut antri. Ternyata tiket ini akan di tapping (sama seperti kita tapping pakai kartu KRL) untuk masuk ke peron. Entah karena masih baru, mesinnya beberapa kali error dan tidak bisa membaca tiket penumpang sehingga untuk masuk, ada staff yang akan membantu menempelkan kartunya (tentu aja dengan nunjukkin tiket dulu ya).

Tiket yang membuat kami bablas sampai bandara
Tidak lama menunggu, kereta datang benar-benar tepat waktu, dan sesudah semua penumpang masuk langsung jalan lagi. Now, let’s talk about the train itself.

Untuk tampilan luar keretanya, mungkin teman-teman yang sehari-hari PP naik KRL arah Tangerang sudah sering lihat ya. Keretanya putih dengan sedikit warna oranye dan biru tua. Bagian dalamnya? super teranggg dan bersih banget. Gak ada tuh bau gak sedap yang kadang dijumpai di kereta pada umumnya.

Walaupun terdapat nomor kursi di atas jendela, tapi kita bisa memilih tempat duduk secara bebas. Pokoknya, semua pasti dapat duduk. Ada sekitar 9 baris, 36 kursi empuk, dan 4 TV di dalam satu gerbong. Duduknya berdua-berdua dengan posisi setengah menghadap depan dan setengah menghadap arah sebaliknya. Terdapat juga toilet di dalam kereta kalau-kalau dalam waktu satu jam kamu gak bisa nahan pipis.

Di dalam kereta, penumpang diputarkan video musik di televisi yang tidak begitu jelas terdengar karena kalah oleh suara mesin kereta. Kita juga bisa memantau kereta lewat layar informatif yang menyajikan keterangan seperti suhu ruangan dan kecepatan kereta yang berubah-ubah (kurang lebih sekitar 57 – 61 km per jam).

Ketika saya naik, semua kursi terisi penuh. Rupanya ada yang benar-benar hendak pergi ke bandara, meski banyak juga yang cuma coba-coba (terbukti dengan banyaknya sosok tanpa tas yang sepanjang perjalanan sibuk mengambil gambar).

Sekilas, kereta ini mirip kereta eksekutif untuk perjalanan jauh. Akan tetapi, saya kurang tau apakah kursinya juga bisa ditidurkan seperti kereta eksekutif.


Dua kelinci percobaan
Sekarang mari bicara soal ketepatan waktu. Saya kaget melihat estimasi waktu sampai Bandara Soetta yang nyaris tepat sesuai yang tertera pada jadwal, kurang lebih hanya bergeser semenit. Sebuah kelayakan uji coba yang haqiqi. *applause

Pada akhirnya, saya berhasil menapakkan kaki di Stasiun Bandara Soekarno Hatta dan melihat gemerlapnya lampu bandara di malam hari. Stasiun khusus kereta bandara Soekarno-Hatta ini terletak dekat terminal 2. Oleh karena itu, sesampainya di sana kita bisa berpindah ke terminal 1, 2 ataupun 3 dengan naik sky train secara gratis. 

Sampai deng di Bandara Soekarno Hatta

Ruang tunggu di Stasiun Bandara Soetta
Tidak seperti KRL Commuter Line di mana kamu bisa tetap stay di dalam kereta dan ikut balik ke stasiun sebelumnya tanpa harus bayar, di sini sesudah kereta sampai di stasiun tujuan akan ada petugas yang patroli untuk mengecek apakah masih ada orang tersisa di dalam kereta. Sehingga sekali kamu lupa turun (meski cuma satu stasiun), kamu harus beli tiket lagi untuk perjalanan pulang.

Over all, kereta bandara ini worth to try dengan harga percobaannya. Senang deh melihat dunia perkeretaapian Indonesia yang makin maju. Saya menunggu dan pastinya nanti akan mencoba transportasi umum yang saat ini sedang diproses, yaitu MRT dan LRT.

Meski sekarang harga kereta bandara sudah naik, tetap aja kualitasnya sebanding apalagi buat kamu yang prefer in time dan bebas macet ke bandara. Layak untuk dicoba loh, khususnya untuk teman-teman yang tinggal di luar Tangerang, Kalideres, dan Cengkareng. Jadi, selamat mencoba. Have a nice trip. :))

Sabtu, 23 September 2017

London yang Tertunda

London, United Kingdom.

Sebagai seorang anak magang Harian Kompas, merupakan sebuah tantangan yang menarik bagi saya selama bertugas di Java Jazz. Bagaimana tidak? Menganalisis booth-booth sembari mencoba aktivitas yang ditawarkan di sana, membuat social media content sambil menonton konser gratis tentu sangat wow (meski sebenarnya saya anaknya ga into jazz-jazz amat). Untuk pertama kalinya saya bisa ikut acara-acara musik berbayar yang tentu belum pernah saya datangi sebelumnya. Maklum, harga tiketnya lumayan buat kantong saya *hee*.

Minggu, 05 Maret 2017. Masih teringat persis betapa terik matahari di akhir pekan. Hari itu merupakan hari terakhir saya bertugas, tanpa ditemani teman magang saya yang harus pulang ke Cibubur. Saya datang lebih awal dan melihat booth Kompas.id masih sepi. Saya pun memutuskan untuk mengelilingi booth-booth yang belum sempat saya kunjungi dua hari sebelumnya.

“Ayo, siapapun boleh ikut lomba ini. Tidak ada batasan. Kapan lagi bisa memenangkan hadiah ke Seoul, Melbourne, dan London hanya dengan mengumpulkan sampah terberat!”, terdengar begitu jelas dan antusias suara MC dari booth Garuda Indonesia.

London? UK? Hal yang pertama kali terlintas dalam benak saya adalah empat sosok dari Liverpool yang berjalan menyeberangi Abbey Road. Lalu, menyusul muncul Harry Potter, Sherlock Holmes, Royal Kingdom, dan berbagai imajinasi terkait UK lainnya. Sejak kecil, Inggris memang menjadi salah satu negara impian saya.

Salah satu coretan iseng yang saya temukan di buku gereja, ditulis oleh saya ketika SMA. See? UK ada di posisi pertama.

A dream is a wish your heart makes, kata Cinderella. Entah ada apa yang mendorong saya hari itu, saya mendekat ke booth Garuda dan dibagikan selembar kertas berisi syarat dan ketentuan lomba Trash for Miles. Saya merupakan tipe orang yang teliti. Berulang kali saya membaca syarat dan ketentuan sebelum akhirnya saya merasa layak untuk mengikuti lomba tersebut. Segera saya mendaftar dan diberikan plastic bag beserta waktu 2 jam untuk mengumpulkan sampah seberat mungkin.

Now what? Setelah saya berdiri memegangi plastic bag tersebut, saya terdiam. Mengumpulkan sampah terberat? Tentu saja mudah kalau lokasi pengumpulannya di Bantar Gebang yang memang banyak sampah. Tapi... ini Java Jazz, tempat yang didatangi kaum menengah ke atas yang kebetulan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya sudah ada. Saya melihat sekeliling dan tidak menemukan satu sampah pun di jalanan. Beberapa peserta lomba mengorek isi tong sampah untuk dimasukkan ke dalam kantong mereka. Pikiran-pikiran seperti  “Haruskah saya mengais-ngais tong sampah seperti mereka?” dan “Agak malu juga ya dilihatin banyak orang.. apa seadanya saja saya asal-asalan mengumpulkan sampah?” mulai muncul. Namun, mengingat hadiah utama ke London, semangat saya kembali terbakar. Saya pikir, saya sudah terlanjur nyemplung ke dalam lomba ini sehingga saya harus melakukan yang terbaik.

Lantas apa yang saya harus lakukan? Kriteria pemenang ditentukan dari sampah terberat yang dikumpulkan. Sampah itu tak boleh berisi air atau zat lain di luar berat kemasannya sendiri. Saya pun memutar otak, mencari ide bagaimana bisa menang. Aha! Saya mendekati kios bir bintang Radler Lemon, bir yang sejauh ini enak karena manis (lol). Tanpa ragu, saya meminta izin untuk membersihkan belakang kios tersebut dari sampah-sampah botol beling yang berserakan, dan tanpa ragu juga Mas-Mas penjaganya dengan senang hati memberikan sampah-sampah beling tersebut pada saya. Dalam sekejap, kantong plastik saya langsung menjadi berat.

Ada 5 kios bir bintang di Java Jazz 2017, yang tentu tersebar dari ujung ke ujung arena JiExpo Kemayoran. “Sebelum orang lain mengikuti ide saya, saya harus meminta semua sampah beling ini”, pikir saya. Dengan berpeluh, saya kelilingi arena Java Jazz untuk meminta botol-botol sampah beling dari setiap kios bir bintang. Ketika sudah selesai 5 kios saya kelilingi, saya kembali lagi ke kios pertama untuk mengambil sampah botol beling yang baru.


Gadis pemulung di Java Jazz 2017

Dilihat banyak pasang mata? Tentu. Apalagi hari itu saya mengenakan baju pink, tas pink seperti anak sekolah. Dengan postur saya yang kecil, kantong sampah itu terlihat begitu besar dan berat. Saya hanya tersenyum kecil menanggapi beberapa celetukan dari orang-orang sekitar. Anggap saja itu sebagai suatu bentuk keramahan orang Indonesia.

Satu jam berlalu. Masih ada sisa satu jam lagi untuk mengumpulkan sampah. Kantong saya baru terisi ¾-nya. Akan tetapi, saya sudah tidak kuat lagi. Terlihat ujung kantong sudah mulai jebol. Daripada saya tamak memaksakan untuk mengikuti orang-orang yang mengumpulkan sampah sampai kantong mereka penuh, saya memutuskan untuk menyerahkannya saja. Waktu itu, badan saya sudah menjijikan penuh keringat. Saya sendiri tak habis pikir ada kekuatan apa yang membantu saya. Padahal, saya tipikal anak yang lemah, yang biasanya tidak kuat mengangkat beban berat. Tetapi, di hari itu saya mampu melampaui batas. Saya berulang kali mengelilingi arena JiExpo Kemayoran dengan membawa sampah seberat hampir 8 kilogram. Setelah panitia menimbang sampah saya, saya langsung bertugas kembali. Menonton konser penyanyi-penyanyi ciamik sambil membuat konten. Nothing to lose lah. Yang penting saya sudah berusaha secara maksimal.

Candid kegerahan dengan wajah kucel, habis keliling angkat beban 8 kg.

Saat sedang duduk santai di bean bag (sambil menonton Monita Tahalea di baris terdepan), samar saya mendengar bunyi game Super Mario Bros. Oalah, ternyata ponsel saya berbunyi. Setelah saya angkat dan tidak terdengar jelas orang itu ngomong apa, saya matikan saja. Tetapi, nomor asing yang sama terus menelepon saya. Samar-samar saya mendengar bahwa saya diminta untuk datang ke Booth Garuda Indonesia sekarang juga. Langsung saya kabur dari tempat itu, lari meninggalkan Monita yang masih bernyanyi merdu.

HP saya bunyi saat sedang asik menonton Monita Tahalea di baris terdepan

Pemenang ketiga dibacakan, bukan saya. Pemenang kedua dibacakan, juga bukan saya. Saya melangkah dengan optimis ketika nama pemenang utama dengan hadiah tiket PP London dipanggil. Ya, saya, menang tiket PP London-Jakarta! Woo hoo! Setelah berfoto dan diwawancarai oleh majalah Colours (majalahnya Garuda Indonesia), saya langsung berlari sambil melompat-lompat ke Booth Kompas untuk memberitahu Mbak Any, Mbak Nyoe, Mas Thoriq, Mbak Ais, Evanto, dan teman-teman Kompas lain betapa senangnya saya saat itu. Tak lupa saya men-drop pesan singkat ke mama saya terkait hal ini. Semua orang yang tahu turut senang dan menyarankan agar saya segera membuat VISA supaya bisa menginjakkan kaki di Heathrow Airport. Hari itu saya makan malam sambil menonton Mocca. Saya masih terpana. Saya, yang belum pernah naik pesawat ini akhirnya pertama kali akan naik pesawat. Dan London! Destinasi impian banyak orang dari berbagai penjuru dunia.

Keesokan harinya, saya bergegas mengurus NPWP sebagai salah satu syarat pengambilan hadiah. Saya mengantri dari pagi sekali dan baru mendapat giliran di sore hari. Meski saya belum bekerja dan berpenghasilan, untuk mendapatkan kartu NPWP saya harus dianggap bekerja dan membayar pajak setiap bulannya. Ya sudahlah, saya pikir demi hadiah. Saya pun membayar nominal yang ditentukan ke bank di sebelah kantor pajak. Disitu, saya bertemu dengan seorang pemuda yang ramah. Koko tersebut menanyakan saya kerja dimana, dan saya menjelaskan kalau saya membuat NPWP ini hanya untuk mengambil hadiah. Percakapan pun berjalan hingga dia mengatakan bahwa sepengetahuannya, syarat untuk lolos VISA negara Inggris paling tidak uang di tabungan harus ada minimal 50 juta rupiah. Waduh. Saya mana punya uang sebesar itu. Orang tua saya juga tidak mempunyai tabungan sejumlah itu. Saya berasal dari keluarga sederhana. Jangankan 50 juta, untuk kuliah saja saya berjuang mendapatkan beasiswa dan sempat bekerja sambilan. Begitu pula untuk mendapatkan barang-barang yang saya mau seperti jam tangan, make up yang seringkali saya dapatkan dengan mengikuti kuis. Akan tetapi, menurut koko itu Garuda Indonesia merupakan maskapai yang baik dan selow. Dia menyarankan saya untuk mencoba bernegosiasi dengan pihak Garuda, apakah memungkinkan untuk diberikan solusi lain.

Dengan gontai, saya kembali melangkah ke kantor pajak. Rasanya lagu Oasis dengan part “Damn my situation, and the games I have to play” mampu menggambarkan situasi saya saat itu. After that, I went home like a fool. Eh ada tetesan air apa ini, padahal sedang tidak hujan. 

Keesokan harinya, saya menulis surat terbuka kepada pihak sponsorship Garuda Indonesia. Dalam surat tersebut intinya saya menjelaskan kondisi saya dan bertanya apakah ada solusi yang mungkin? Apakah memang lomba ini hanya untuk orang tertentu saja meski dikatakan di awal semua orang yang tervalidasi bisa ikut? Sebagai sebuah perusahaan besar, dalam waktu 1X24 jam surat elektronik saya dibalas oleh pihak Garuda Indonesia. Pihak Garuda menawarkan masa perpanjangan tiket hingga September 2017, sebagai satu-satunya solusi yang mungkin dari mereka.

Tiket PP CGK-LHR yang sudah di-issued setelah membayar service fee.

Saya membagikan cerita saya dengan orang-orang terdekat. Saya menjelaskan bahwa saya memiliki uang untuk perjalanan dan akomodasi selama beberapa hari di London, tetapi terkendala soal VISA. Berbeda orang, berbeda pendapat. Sebagian pihak men-support saya dengan menyatakan kalau saya harus berjuang semaksimal mungkin, manusia harus punya mimpi yang besar, ini merupakan kesempatan emas, hidup harus berani ambil risiko, bla bla dan sebagainya.

Ada pro, ada kontra. Tak sedikit juga pihak yang kontra dengan menyatakan bahwa saya harus sadar diri dengan kondisi saya, mungkin belum saatnya, kesempatan emas belum tentu datang sekali saja, dan hidup saya masih panjang. Melalui banyak pertimbangan, saya pun mengikuti kata hati saya dengan mencoba sampai akhir. Justru, jika saya tak mencoba saya bisa mati penasaran. Yang penting saya tidak merugikan orang lain dan tidak harus berhutang demi perjalanan ini. Saya pertaruhkan hampir seluruh uang gaji magang untuk UK VISA yang statusnya masih gambling.

Pencarian tentang London pun dimulai. Berdasarkan info yang saya temukan di internet, mendapatkan VISA Inggris memang tidak mudah. Tetapi, keberuntungan bukanlah sesuatu hal yang mustahil. Ada beberapa orang yang lolos dengan saldo di bawah 50 juta. Akan tetapi, ada juga yang saldonya sekitar 50 juta dan masih tidak lolos. Yang penting, kita harus menyiapkan dokumen penguat lainnya seperti bookingan hotel, asuransi perjalanan, tiket PP yang sudah di-issued, segala dokumen yang sudah di-translate ke dalam Bahasa Inggris oleh penerjemah tersumpah yang diakui kedutaan Inggris, dan surat sponsor. Berbeda dengan VISA negara lain yang untuk membuatnya kita harus datang ke kedutaan, Kedutaan Inggris di Indonesia tidak lagi melayani pengurusan VISA. Untuk membuat VISA Inggris, kita bisa menggunakan jasa VFS Global sebagai pihak ketiga yang akan menyampaikan dokumen kita ke Kedutaan Inggris yang berada di Manila, Filipina untuk diproses lebih lanjut.

Sempat ingin menggunakan bantuan calo dari agen tur, tetapi setelah bertanya ke berbagai jasa tur saya mendapatkan info kalau calo hanya mengurusi dokumen yang siap dibawa ke agen saja. Segala dokumen penguat seperti asuransi, dll tetap harus kita urus sendiri. Dari informasi tersebut, dengan mantap saya memutuskan untuk mengurus semuanya sendiri.

Segala dokumen yang saya siapkan untuk VISA


Saya pun segera membuat asuransi perjalanan AXA Mandiri yang coverage-nya paling tinggi (karena memang kewajibannya seperti itu untuk UK), mencari penerjemah tersumpah yang tercatat secara resmi oleh pihak kedutaan Inggris, meng-issued tiket PP (rencananya saya akan pergi pada 17 – 23 September 2017), membuat surat pernyataan dari Universitas, meminta seorang paman saya yang memiliki uang di rekeningnya (tak begitu banyak, tapi paling tidak lebih banyak dari orang lain terkait yang saya kenal) untuk menjadi sponsor (hanya sponsor di surat saja, karena sebenarnya saya tetap akan pergi dengan uang saya plus mama saya), dan mencari bookingan penginapan yang paling murah yang bisa saya temukan. Penginapan di UK yang termurah paling tidak membuat kita harus merogoh kocek 500-600 ribu per malamnya. Akan tetapi, saya berhasil mem-booking tempat di Wisma Siswa Merdeka, penginapan khusus siswa milik Kedubes RI yang per malamnya hanya dikenai sekitar 230 ribu rupiah.


Saya juga menyusun itinerary dan berencana untuk pergi ke tempat-tempat yang gratis saja, seperti taman, museum, jalanan dan toko yang iconic. Mengenai tempat-tempat yang saya kunjungi, transportasi, cuaca, makanan murah, kartu telepon, dan estimasi biaya saya banyak berkonsultasi dengan Iradin, salah satu teman online yang saya kenal sejak awal saya masuk kuliah. Dia tinggal di UK dan banyak membantu saya mendapatkan informasi tentang UK dan visa. Saya juga berharap bisa bertemu dengannya, sebagaimana saya dikunjungi oleh Daisuke, teman online saya dari Jepang pada 2014 silam. It's so interesting to meet your online overseas friend. Biasanya, saya mengenalkan Indonesia kepada teman-teman luar negeri saya melalui food and beverage seperti snack dan minuman lokal.

Selain mama, support secara moral diberikan oleh orang-orang terdekat saya. Seorang teman bahkan hendak meminjamkan segala keperluan pakaian di negara empat musim, terlebih karena saya pergi di musim gugur yang suhunya mencapai 9-13 derajat celcius. Estimasi akomodasi saya selama di London dengan menghemat akan menghabiskan sekitar 5-7 juta rupiah (di luar visa dan segala dokumen penguat yang menghabiskan kurang lebih 3 juta rupiah). Demi perjalanan ini, saya berdoa novena. Saya mengutarakan harapan saya, sekaligus menyerahkannya ke Yang Maha Kuasa karena saya yakin Ia tahu yang terbaik untuk saya. Ketika memutuskan untuk membuat visa, saya gambling dan sudah berbesar hati dengan segala risiko yang mungkin akan saya terima.

Setelah bolak-balik seperti setrikaan mengurus segala dokumen, saya pergi mengurus visa di VFS Global (next mungkin akan saya ceritakan proses pengurusan visa-nya) di daerah Kuningan. Prosesnya singkat, hanya 17 menit. Saya datang pagi-pagi sekali berdasarkan informasi yang saya baca di internet. Visa diproses 15 hari kerja.

Akan tetapi, setelah 15 hari kerja tidak ada informasi yang datang ke e-mail saya. Saya pun terus menunggu dan menunggu, sembari sibuk persiapan sidang skripsi. Sampai saya selesai sidang dan revisi pun tidak ada e-mail masuk yang menyatakan kalau visa saya telah tiba di Indonesia.

Kuningan merupakan daerah yang lumayan. Jangan sampai saya sudah jauh-jauh kesana, visa saya belum jadi. Karena kabar tak kunjung datang, saya berusaha mencari nomor telepon ataupun e-mail VFS Global tetapi hanya menemukan bagian yang mengurusi Belanda, dan mereka tidak tahu menahu soal bagian yang mengurusi Inggris. Akhirnya, saya putuskan untuk datang langsung. Tentu saja pagi-pagi lagi. Sesampainya di sana, petugas security mengatakan kalau untuk pengambilan, saya baru bisa masuk ke dalam setelah jam 3 sore. Sambil tersenyum kecut, saya akhirnya memanggil abang gojek untuk mengantarkan saya ke Erasmus Huis (pusat kebudayaan Belanda di daerah Kuningan). Untuk membunuh waktu saya melihat beberapa pameran, berfoto di area Erasmus Huis, dan membaca buku di perpustakaannya yang kece abis meski mayoritas bukunya berbahasa Belanda.

Membunuh waktu di Pusat Kebudayaan Belanda

Sekitar jam 2 sore, saya balik lagi ke VFS Global. Untuk masuk ke ruangan, pintunya benar-benar baru dibukakan jam 3 sore setelah dilakukan pemeriksaan barang dan body check oleh security. Setelah mengambil nomor antrian, saya pun duduk dan mengobrol dengan dua orang ibu yang saya temui di sana. Ibu yang pertama mengatakan kalau dia ingin pergi ke UK dan sudah menggunakan jasa visa priority yang harganya 6 juta rupiah, sudah beli tiket PP, tapi visa-nya belum keluar juga yang langsung disambut oleh ibu satunya kalau di VFS Global ini, kita yang bayar, tapi kita juga yang harus mengejar-ngejar karena kadang jika visa kita telah selesai memang tidak diinfokan di e-mail, harus kita yang datang langsung. Sungguh profesional sekali, VFS Global.

Setelah nomor antrian ibu tadi dipanggil, dia bergegas mengambil dokumen. Beliau optimis visa-nya keluar karena dia telah meng-issued tiket PP dan sudah sering bepergian ke luar negeri seperti keliling Asia dan ke negara-negara Eropa lainnya. Betapa kagetnya saya ketika mata ibu tersebut memerah dan berkaca-kaca. visa-nya ditolak! Harapan saya yang tadinya 50:50 langsung pupus. Bayangkan saja, orang yang sudah issued tiket PP, pakai jasa prioritas, sudah sering travelling saja ditolak. Saya langsung merasa seperti remahan biskuit. Ketika nomor antrian saya dipanggil, saya sudah yakin bahwa bukan stiker visa yang tertempel di paspor saya, melainkan surat penolakan. Dan benar. Saya terdiam tak bergeming, berulang kali membaca surat penolakan tersebut sambil mencerna maksudnya. Ternyata, bukan soal keuangan yang saya khawatirkan yang membuat visa saya ditolak. Ada dua alasan penolakan yang menurut saya agak “hmmm...”:

1.       Saya menyatakan bahwa paman sayalah yang akan mensponsori sejumlah uang untuk perjalanan saya, tetapi saya tidak dapat membuktikan hubungan saya dan paman saya karena dokumen yang saya lampirkan hanya berupa surat sponsor, account bank, rekening koran saya dan paman saya.
(Jelas-jelas saya melampirkan KTP dan KK kami yang satu tempat tinggal. Kalau menurut teman bule saya, saya kebetulan saja sial mendapatkan petugas yang mungkin tidak teliti memeriksa keseluruhan dokumen saya).

2.       Status saya sebagai mahasiswa tahun terakhir membuat kedutaan Inggris khawatir saya tidak akan kembali lagi ke Indonesia setelah berakhirnya perjalanan saya. (Padahal saya kan hanya mau jalan-jalan, udah terbukti ada tiket PP issued, asuransi, bookingan penginapan. Lagi-lagi menurut teman saya, bisa jadi karena Indonesia negara berkembang jadi dicurigai dan dipandang sebelah mata. Some have prejudices. Padahal, siapa juga yang mau jadi imigran ilegal di sana. Sorry-sorry aja nih..)

Seperti yang sudah saya katakan di awal, saya sudah siap dan berbesar hati karena kemungkinan ditolak pasti ada. Since the very start, I don’t expect too much. Because, I know that it can hurt you so much. Memenangkan round trip tiket Jakarta-London merupakan hal yang unexpected. Tiba-tiba hal itu saya genggam, dan tiba-tiba juga hal itu lepas dari tangan saya. Life is so unpredictable.

Sebagai manusia rasa kecewa itu pasti ada. Harapan juga tentu saja ada.
Saya tidak menangis karena sore itu saya berjanji untuk bertemu mama saya di stasiun. Saya tidak ingin terlihat sedih karena pasti dia akan ikut sedih. Saya tidak mau beliau menyalahkan kondisi keluarga saya.

Time heals. Semua patah hati pastinya akan terobati oleh waktu. Ob-la-di, ob-la-da, life goes on, bra. Saya tahu saya harus move on. 

Sempat saya terpikir untuk menulis surat kekecewaan akan hadiah yang pada akhirnya tidak bisa saya nikmati, meski saya telah berjuang amat sangat gigih. Saya sangat berterima kasih kepada Garuda Indonesia atas hadiah yang saya terima, serta perpanjangan waktu keberangkatan sebagai satu-satunya solusi yang mungkin dari mereka. Saya juga paham betul bahwa kewenangan memberikan visa ada di negara yang bersangkutan. Akan tetapi, seorang Ibu yang sudah pernah bepergian ke Eropa saja ditolak. Hal ini menyadarkan saya bahwa untuk masuk ke Inggris cukup sulit dan keberuntungan menjadi salah satu faktor yang patut dipertimbangkan.

Apakah pihak Garuda Indonesia mempertimbangkan hal ini? Jika boleh saya memberikan saran, alangkah lebih baik ke depannya Garuda Indonesia memperbaiki ketentuan lomba (diberikan syarat yang lebih spesifik misalnya hanya orang dengan penghasilan atau profesi tertentu saja yang boleh ikut, tidak seperti perkataan MC dan syarat tertulis di kertas bahwa siapapun yang tervalidasi bisa ikut, salah satunya saya yang memenuhi syarat). Atau.. misalnya memberikan hadiah ke tempat yang akses masuknya mudah saja, menjamin si pemenang paling tidak untuk bisa masuk ke negara tersebut supaya ke depannya hal seperti ini tidak terjadi lagi, dan tidak ada pemenang hadiah yang diterbangkan sesaat seperti saya.

Jujur saja, bukan kehilangan uang 3 juta rupiah yang menyakitkan. Lebih dari itu, bagaimana effort saya mendapatkan hadiah, bagaimana perjuangan saya menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk pergi sana-sini mengurus soal London di tengah sibuknya magang dan skripsi. Jika ada hal positif yang dapat diambil, tentunya hal itu ialah pengalaman dan pembelajaran. Inilah pencapaian terbesar saya sejauh ini. At least now I know how to make an UK Visa.

Waktu pun berlalu. Begitu pula saya yang coba move on dari kepahitan ini *emot hati retak*. 17 September 2017. Ada e-mail pemberitahuan otomatis dari Garuda Indonesia yang menyatakan bahwa saya tidak melakukan check-in. Ya, bagaimana mau check in orang visa saja tidak keluar. Seorang teman bercanda dengan berkata saya tetap bisa kok ke London, tetapi stay di bandara saja selama 7 hari tanpa lolos imigrasi. That’s a fat lot of use. Sebuah saran yang sangat unfaedah.

Malam itu, hari di mana saya seharusnya berangkat saya habiskan dengan mendengarkan musik sambil membaca di kamar. Tiba-tiba playlist lagu di ponsel saya secara shuffle memutarkan satu lagu dari Oasis, band asal Manchester, Inggris berjudul Stand By Me. Secara otomatis, air mata saya mengalir. Air mata yang tak saya keluarkan akhirnya menetes juga. Saya merasa Tuhan berbicara dalam lagu itu. Seolah lirik dalam lagu tersebut diucapkan Tuhan untuk saya. Yaa, God only knows the way it’s gonna be. Selama saya bersedia untuk tetap ada di sisi Tuhan, mengikutinya. Terkadang tak semua doa kita mendapat jawaban “ya” dari Tuhan. Mungkin dari pengalaman ini, ada rencana lain yang disiapkan Tuhan bagi saya. Kita tidak akan tahu apa yang ada di balik pintu masa depan kita. Ini hanya salah satu pengalaman yang memperkuat sisi spiritual saya, Tuhan ingin membentuk saya menjadi orang yang lebih baik lagi dari sekarang. 

Demotivasi? Tentu saja tidak. I personally believe that my dreams don’t turn to dust. Mungkin ini saatnya menyimpan sejenak mimpi saya dalam laci untuk ditulis ulang, yang mungkin akan menjadi lebih indah lagi. Pengalaman ini justru memperkuat keinginan saya. Semakin besar harapan saya, alamlah yang akan menarik saya ke sana.
Mungkin saat ini saya gagal menginjakkan kaki di Abbey Road, keliling dengan London tube, melihat mumi, berfoto di dekat Big Ben, dan bermain dengan dedaunan musim gugur di Hyde Park dan Kensington Gardens. Tapi dengan kehendak Tuhan, sewindu, sedasawarsa, atau entah kapan saya percaya saya akan menginjakkan kaki di tanah kelahiran Shakespeare. 

Dari tulisan panjang ini, saya hanya ingin berbagi pengalaman. Saya rasa pengalaman ini layak untuk dibagikan. It's just a life experience. I'm sure that I live and learn through dissapointments. Semoga pengalaman ini tidak membuat teman-teman takut untuk bermimpi.

All things must pass. I should be grateful for what I have. Saya bersyukur masih mempunyai banyak orang yang menyayangi dan mendukung saya. Kata-kata mereka bagaikan mantra sihir yang menguatkan saya hingga sejauh ini. Thank you people for every nice words. :)

“Jai Guru Deva Om”. Still I thank God for everything in my life, the good and the bad. It’s about accepting the world and the universe as it is, bagaimana saya merasa bersyukur dalam setiap peristiwa. Karena bukan Kehendakku lah yang terjadi, melainkan Kehendak-Mu.

Someday. Definitely Maybe, London.


Sabtu, 16 September 2017

My Top 10 Beatles Songs

The Fab Four.
1969. Empat sosok berjalan menyeberangi Abbey road dan berhasil membuat tempat itu menjadi salah satu most wanted iconic spot, khususnya bagi para musicians yang berharap mengikuti jejak mereka, dan tentunya para Beatlemania dari seluruh dunia. Jika foto di bawah terasa familiar, mungkin akan semakin terasa familiar jika saya menyebut nama John Winston Lennon, Paul James McCartney, George Harrison, dan Richard Starkey (a.k.a Ringo Starr).

Ingat gambar ini?

Pesona empat legend dari Liverpool ini tak terlepas dari berbagai konspirasi mulai dari lagu, album cover, hingga kontroversi para personilnya masing-masing. Image kuat yang mereka ciptakan mampu meroketkan branding band yang berjaya sepanjang tahun 1960'an ini, sampai-sampai mereka mendapat tempat tertinggi dalam buku 500 Influential Rock Bands. Setuju atau tidak, tentu setiap orang punya preferensi dan selera yang berbeda.

I first heard of The Beatles when I was a kid. Lagu pertama mereka yang saya dengarkan, apalagi kalau bukan 'Let it Be' yang juga menjadi nama album studio terakhir mereka, sebelum McCartney akhirnya mengumumkan kepergiannya dari The Beatles. Tidak begitu dalam kesan yang saya dapatkan sampai pada akhirnya saya mulai terkena virus Beatlemania setelah mendengar 'yesterday' dan mencoba untuk mengeksplor lebih jauh musik mereka. They were the original band to write and perform all of their own songs. Perhaps, my favourite band. Ever.

Pada awal terbentuknya, The Beatles sempat gonta-ganti nama mulai dari The Quarrymen, Beatals, The Silver Beetles, The Silver Beatles, hingga menjadi nama yang kita kenal sampai saat ini. Klasik dan asik. Bahkan ada istilah "British Invasion" yang mampu menjajah pasar musik Amerika, yang sebenarnya punya banyak jenius di bidang musik pada masa itu.

Dengan tahun aktif kurang dari satu dekade, mereka mampu bereksperimen dengan berbagai style dan genre. Masa yang begitu singkat membuat mereka dapat diimajinasikan seperti meteor raksasa, bintang jatuh yang begitu cepat melintasi bumi sehingga orang-orang tak mampu berkedip dan bereaksi spontan. Meski hanya sekilas, ingatan tentangnya tak akan pernah hilang.

Memilih dari sekian banyak lagu yang memunculkan sensasi eargasm, tentu tak mudah. Siapa saya? dan apa kualifikasi saya untuk melakukan hal semacam ini? Saya bukan kritikus musik. Mungkin, pengetahuan saya masih jauh terbatas dan tidak se-Beatlemania teman-teman lain. Tulisan ini saya buat just for fun, sebagai ajang penghiburan diri dari batalnya keberangkatan saya ke London sekaligus motivasi untuk bermimpi lebih besar. Saya berharap bisa menulis ulang mimpi untuk menapakkan kaki di Abbey Road. So, feel free to correct me if I'm wrong.

Beyond everything else, The Beatles adalah cultural story of the modern era, sejarah yang tak pernah lekang oleh waktu. Let's step right up this way...


10. I SHOULD HAVE KNOWN BETTER (1964: A Hard Day's Night)

Bagi yang pernah menonton musical film A Hard Day's Night, mungkin ingat dengan scene saat The Beatles menyanyikan lagu ini di depan sekelompok gadis-gadis di dalam kereta. Bunyi harmonika yang dimainkan Lennon secara solo membuat lagu ini membangkitkan semangat para pendengarnya.

Pada awalnya, Lennon yang menjadi vokalis di lagu ini menyatakan kebanggaannya dengan menyebut "I Should Have Known Better" sebagai salah satu dari tiga lagu terbaik di album "A Hard Day's Night".


Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangannya sebagai penulis lirik, ia menganggap bahwa lagu ini meaningless. "It's just a song and it doesn't mean a damn thing", said John. Nyatanya, lagu ini terinspirasi dari musik Bob Dylan yang mereka dengarkan terus-menerus saat sedang berada di Paris pada 1964. Sama seperti Lennon yang terkena influence Dylan, Dylan juga terkesan dengan lagu The Beatles ini dan mendorongnya untuk mengubah arah musik. Hubungan mereka berdua dapat disebut sebagai "friendly songwriting rivalry".

Fyi (walau agak melenceng dari bahasan lagu), di scene film saat mereka menyanyikan lagu inilah pertama kalinya George Harrison bertemu dengan Pattie Boyd yang kelak menjadi istrinya (dan ups, mantan istri). Konon, pesona Pattie Boyd yang merupakan model pada masa itu, membuat Harrison langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan, Eric Clapton yang merupakan rekan kerja dan teman dekat Harrison juga ikut jatuh cinta pada istri sahabatnya tersebut hingga menginspirasi Clapton dalam menulis lagu "Layla" dan "Wonderful Tonight" yang memang secara spesial ditujukan buat Pattie Boyd.

Boyd & Harrison, 1966.


9. I WANT TO HOLD YOUR HAND (1963: Meet The Beatles!)

Baru-baru ini, viral video menteri Susi yang berjoget di atas kapal dengan lagu dari The Beatles. Sepertinya, The Changcuters juga terinspirasi dengan lagu ini. Terdapat sedikit bagian musik yang mirip di lagu 'I Love U Bibeh' dengan lagu Beatles yang pertama kali menjebol pasar Amerika ini.

Konon karena banyaknya teriakan histeris saat mereka konser, Lennon kadang mengganti lirik "I want to hold your hand" menjadi "I want to hold your gland" (refer to women's breasts) tanpa disadari oleh penonton.

Lagu ini ditulis oleh Lennon-McCartney ketika mereka sedang berada di basement rumah Jane Asher (salah satu mantan pacar McCartney). Menjadi salah satu lagu kesukaan Lennon, 'I Want To Hold Your Hand' merupakan satu dari dua lagu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman selain 'She Loves You'. Pada masa itu, bukan merupakan hal yang umum bagi seorang musisi Inggris untuk me-record ulang lagu mereka dalam bahasa berbeda. Versi Jerman ini di-translate oleh musisi Luxembourg bernama Camillo Felgen, dengan judul "Komm Gib Mir Deine Hand". Akan tetapi, hingga hari ini versi Inggris dari lagu ini tetap lebih populer bahkan di Jerman sendiri.

Lagu Jerman, rekaman di Paris


8. HELP! (1965: Help!)

Di tengah puncak kesuksesannya, lirik ini ditulis Lennon untuk mengekspresikan emosi dan rasa stress-nya menjadi famous person. Didominasi oleh Lennon, dalam perkembangannya penulisan lirik ini juga dibantu oleh McCartney, yang akhirnya baru menyadari bahwa lagu ini merupakan suara hati Lennon beberapa tahun setelahnya.

"The whole Beatles thing was just beyond comprehension. I was subconsciously crying out for help"
(Lennon, 1980)

Lagi-lagi, lagu ini menjadi salah satu favorit Lennon di antara Beatles songs yang ia tulis. Menurutnya, ini adalah salah satu lagu terjujur, terasli dan ditulis bukan untuk melayani permintaan pasar. Hanya saja, ia merasa jika lagu ini lebih baik direkam dengan tempo yang lebih lambat.

Album cover Help!, di mana keempat personil membentuk tulisan Help! menggunakan semaphore symbol

Satu hal yang menarik dari lagu ini, yaitu promotional video clip-nya di mana keempat sosok ini duduk berbaris, ditaburi hujan salju buatan dengan Ringo Starr yang hanya memegangi payung sepanjang video berjalan. Memegang posisi sebagai drummer, seringkali dalam live show Ringo tak banyak bicara dan tak terlalu menonjol seperti personil lain. Tidak begitu punya superstar pretensions, I love how he stayed real throughout. Jika mungkin banyak orang bilang bahwa Ringo beruntung masuk ke dalam The Beatles, bagi saya merekalah yang sangat beruntung memiliki Ringo.


7. ALL MY LOVING (1963: With The Beatles)

Suatu pagi, sembari bercukur Paul McCartney memikirkan Jane Asher, gadis yang ditemuinya pertama kali saat wawancara untuk majalah Radio Times. Untuk pertama kalinya, Paul menulis lirik yang dibayangkannya sebagai puisi dahulu sebelum membuat musik. Barulah pada malam harinya, ia menyusun komponen musik ke dalam lagu yang pertama kali mereka mainkan di acara "The Ed Sullivan Show" ini.

Before Linda, there was Jane

Lagu ini dua kali muncul dalam film The Beatles, yakni sebagai background pada 'nightclub scene' di film A Hard Day's Night dan versi instrumentalnya yang muncul dalam film Magical Mystery Tour.

Lirik lagu yang pendek dengan rima ini menceritakan tentang kerinduan terhadap orang yang jauh di sana. Ironisnya, romantic love song ini adalah lagu yang terakhir didengar John Lennon ketika ia dilarikan ke ruang emergency rumah sakit Roosevelt setelah ia ditembak oleh Mark David Chapman pada 08 Desember 1980. So, the last thing he heard was his best friend, Paul.

young Lennon and McCartney


6. TWIST AND SHOUT (1963: Please Please Me)

Twist and Shout bukanlah lagu yang ditulis original oleh The Beatles. Ibaratnya, ini adalah salah satu cover-an yang sukses melebihi lagu asli. Ditulis oleh Phil Medley dan Bert Berns, Twist and Shout pertama kali dinyanyikan oleh The Top Notes sebelum akhirnya dinyanyikan ulang oleh The Isley Brothers, The Tremeloes, The Who, dan juga The Beatles.

Suara serak Lennon membuat lagu ini semakin enak didengar. Uniknya, lagu ini memang dinyanyikan saat John sedang sakit tenggorokan. Untuk mengobati tenggorokan dan demamnya, Lennon minum susu dan permen pelega tenggorokan. Tetapi tetap saja efek dari demamnya terdengar dalam rekaman album mereka. Lennon sendiri mengaku ia harus berteriak ketika menyanyikan lagu ini.

Jika teman-teman tahu lagu La Bamba (Ritchie Valens), Twist and Shout ini punya intro yang mirip sehingga saya suka sulit membedakan keduanya. Pada awal-awal live performance mereka, lagu ini sering dinyanyikan sebagai lagu penutup, dan akhirnya dinyanyikan sebagai lagu pembuka pada konser rock pertama mereka yang diselenggarakan di Shea Stadium, 15 Agustus 1965.

Well, shake it up baby now.




5. HERE, THERE, AND EVERYWHERE (1966: Revolver)

Sambil menunggu Lennon bangun dari tidurnya, McCartney memetik gitarnya sambil duduk di pinggir kolam renang dan voila, jadilah  'Here, There and Everywhere". Paul menyatakan lagu ini sedikit banyak terinspirasi dari "God Only Knows" milik The Beach Boys.

Lagi-lagi, love ballad ini diambil dari kisah cinta McCartney dan Asher sebelum mereka akhirnya putus pada 1968. Here, There, and Everywhere bercerita tentang kehidupan saat ini, sekarang, ketika seseorang sadar secara penuh dan merasa. Menurut kritikus musik Richie Unterberger, lirik pembuka yang begitu dramatis secara filosofis menggambarkan kerendahan hati, mengakui bahwa sang penyanyi membutuhkan wanitanya bukan hanya sekadar untuk happy, melainkan untuk menjadi sosok yang lebih baik dari sekarang.

Ada yang juga merasa Paul sedikit mirip Jim Sturgess?

Dan di antara semua lagu yang ditulis McCartney, dengan yakin ia menyatakan bahwa ini adalah favoritnya. Walaupun begitu, lagu ini tak pernah dinyanyikan secara live ketika The Beatles tampil. Barulah pada 1991, McCartney tampil membawakan lagu ini secara live di MTV Unplugged.


4. YESTERDAY (1965: Help!)

Lagu lain yang menjadi favorit saya dalam album Help! sekaligus lagu pertama yang membuat saya lebih jauh mengeksplor musik mereka. Melancholy ballad ini bercerita tentang putusnya suatu hubungan, di mana si penyanyi meratapi hari-hari masa lalu ketika mereka masih bersama. Yesterday menandai penampilan pertama The Beatles hanya oleh vokal dan gitar akustik McCartney secara solo, dan merupakan salah satu lagu yang paling banyak di-cover ulang dalam sejarah musik, salah satunya oleh Elvis Presley dan Frank Sinatra.

Alkisah, melodi ini muncul dalam mimpi McCartney di suatu malam, ketika ia masih tinggal bersama di rumah Jane Asher. Ketika terbangun, segera ia buru-buru memainkan melodi-melodi itu di piano untuk menolak lupa. Karena muncul dari mimpi, McCartney khawatir jika secara tidak sadar ia melakukan plagiat dari melodi yang mungkin pernah ia dengar sebelumnya (cryptonemsia). Hampir sebulan ia bertanya sana-sini, sebelum ia yakin dan menulis lirik yang sesuai. Akhirnya, muncullah judul "Scrambled Eggs" sebelum berubah menjadi "Yesterday" yang sekarang kita kenal.

Sulit mencari rima yang pas seperti -say, -stay, -today, - away

Hampir seluruh lirik ditulis McCartney selama 5 jam perjalanannya bersama Jane Asher dari Lisbon menuju Albufeira (kota di Portugal). Lagu ini direkam di Abbey Road Studios, tepatnya empat hari sebelum ultah McCartney yang ke-23.

Sempat terjadi konflik tentang bagaimana lagu ini harus direkam. Berbagai macam instrumen dicoba meski pada akhirnya di final recording hanya McCartney sendiri yang muncul. Begitu juga saat live, hanya McCartney dan gitar akustiknya yang tampil.

Ketika hendak tampil di Sullivan show, sesaat sebelum membuka tirai panggung seorang staff bertanya pada McCartney apakah dia gugup. McCartney berbohong dengan menjawab "tidak", yang langsung direspon pria itu dengan "Seharusnya ya. Akan ada kurang lebih 73 juta orang yang menonton".

Searah jarum jam: John, Paul, Ringo, George ❤

Pada perilisan album Anthology, terjadi sedikit keributan antara McCartney dan Yoko Ono, janda dari Lennon. Lagu yang ditulis Paul ini seharusnya dibuat sebagai McCartney/Lennon, tetapi ditolak Yoko Ono dan dibuat menjadi Lennon/McCartney. Lennon sendiri juga pernah menyerang McCartney di tahun 1971 dengan lagunya yang berjudul "How Do You Sleep?" pada lirik "the only thing you've done was yesterday, and since you've gone you're just another day". Yaa.. menyedihkan memang. Ketika masing-masing personil berevolusi dari musisi menjadi pebisnis.


3. OB-LA-DI, OB-LA-DA (1968: The White Album)

Meski pada 2004 lembaga survei Mars menobatkan lagu ini sebagai worst song of all time, but I'm addicted to this song! Lagu ini bercerita tentang pasangan yang bernama Desmond & Molly Jones, mulai dari mereka jadian, sampai akhirnya punya anak-anak dan hidup happily ever after. Dan... tentu aja, dengan phrase yang terkenal  "la la how the life goes on."

Baik Starr, Harrison, maupun Lennon tidak begitu menyukai lagu ini dan menjuluki Ob-la-di Ob-la-da sebagai Paul's "granny music shit".
Paul McCartney menulis lagu ini secara solo saat zaman highlife dan reggae mulai populer di Britain. Akhir 1960-an dan tahun 1970-an memang eranya flower power dan kaum hippies di mana-mana. Sosok Desmond dalam lagu ini, diambil dari nama Desmond Dekker, Jamaican musician yang pada waktu itu baru aja sukses dengan tur musiknya di UK. Sementara tagline "Ob-la-di, ob-la-da, life goes on, brah" merupakan ekspresi yang dilontarkan oleh musisi Nigeria yang juga merupakan kenalan McCartney, Jimmy Scott-Emuakpor. Belakangan, Emuakpor meminta kredit dan bayaran untuk lagu ini karena menurutnya McCartney telah memakai kata-katanya.

Direkam di rumah Harrison, The Beatles sempat bereksperimen di lagu ini dengan berbagai tempo dan gaya. Bingung menentukan mana yang paling cocok, saat itu Lennon baru saja kembali ke studio di bawah pengaruh obat-obatan. Datang-datang, Lennon langsung duduk di kursi dan memainkan pianonya dengan tempo yang lebih keras dan cepat dari sebelumnya. Akhirnya, versi inilah yang dipilih dalam rekaman final mereka walau terdapat kesalahan pada final verse (seharusnya "Molly stays at home and does her pretty face" terpeleset menjadi "Desmond stays at home and does his pretty face).


2. ACROSS THE UNIVERSE (1970: Let It Be)

Suatu malam di tahun 1967, kalimat "words are flowing out like endless rain into a paper cup" terus terngiang di kepala Lennon. Ia baru saja beradu argumen dengan mantan istri sekaligus istri pertama yang dinikahinya di usia 22, Cynthia. Walau sebenarnya John tidak ingin menuliskannya, tetapi ia merasa sedikit terganggu dan akhirnya baru bisa tidur setelah turun ke lantai bawah dan menulis lagu ini.

Beatles bersama Maharishi Mahesh Yogi

Across the Universe memiliki unsur cosmic dan damai ketika didengarkan. Unsur ini besar dipengaruhi oleh minat para personil Beatles akan pencarian spiritual (trancendental meditation) pada akhir 1967 - awal 1968 di India, ketika lagu ini sedang dalam proses pembuatan. That's why terdapat phrase yang agak uncommon, "Jai Guru Deva Om". "Jai Guru Deva" kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai "terima kasih/ kemuliaan kepada guru Dev", sementara bagian "oohm"-nya biasa digunakan dalam meditasi, diibaratkan sebagai getaran alam semesta.

Pada 1970, John Lennon menyatakan bahwa lagu ini mungkin merupakan lagu dengan lirik terbaik, terpuitis yang pernah ia tulis.

"It's one of the best lyrics I've written. In fact, it could be the best. It's good poetry, or whatever you call it, without chewin' it. See, the ones I like are the ones that stand as words, without melody. They don't have to have any melody, like a poem, you can read them." (Lennon, 1970, Rolling Stone Interview)

Konsep yang abstrak, lirik yang penuh dengan imajinasi dan kata-kata yang indah, serta musik yang begitu peaceful dan cosmic membuat lagu ini sangat berkesan secara personal bagi saya. Too poetic and deep. Saya sendiri menafsirkan lagu ini bahwa seringkali kata-kata dan pikiran kita begitu rumit. Dalam segala kondisi kehidupan yang kita hadapi (pools of sorrow, waves of joy), baik untuk tetap tenang dan mengendalikan inner peace.

Kunjungan ke India ini dilakukan Beatles dengan membawa pasangan masing-masing. Pada akhirnya, hanya Harrison-lah yang sampai akhir hayatnya setia mengikuti ajaran Hindu.

Oasis, salah satu British rock band yang berjaya di era 1990-an terkenal dengan obsesinya terhadap The Beatles. Ternyata, lagu inilah yang pertama kali mendorong Liam Gallagher untuk menulis lagu dan mengidolakan Beatles.

Across the Universe menjadi lagu pertama yang dilontarkan ke luar angkasa dalam rangka ulang tahun ke-50 NASA sekaligus perayaan ke-40 Across the Universe pada 04 Februari 2008. Sayangnya, Lennon tak sempat menyaksikan momen ini. Atau mungkin ia sedang menyeberangi alam semesta dan mendengarnya? God only knows.


1. STRAWBERRY FIELDS FOREVER (1967: Magical Mystery Tour)

Is it just a coincidence or not, kebanyakan lagu Beatles favorit saya merupakan lagu ciptaan Lennon.
He is such a true artist in the highest form. Entah unsur apa yang membuat lagu ini menjadi candu. Mulai dari suara Lennon sendiri yang memang terbilang unik, the pure beauty of the melody, surrealistic overtone, dan sensasi dreamy-psychedelic membuat saya sangat menyukai Strawberry Fields Forever di antara semua lagu The Beatles. Salah satu musik terbaik yang pernah saya dengar selama hidup.

Lennon menganggap lagu ini sebagai pencapaian terbesarnya, salah satu lagu terjujurnya selain Help!. Tadinya lagu ini dimaksudkan untuk muncul di album The Beatles Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band (1967), tetapi akhirnya dirilis sebagai single bersama "Penny Lane" sebelum akhirnya muncul di album Magical Mystery Tour yang kaya dengan rasa psychedelic.

Pada bagian akhir lagu, terdapat distorsi yang terdengar seperti "I buried Paul". Banyak yang mengaitkannya dengan rumor kematian McCartney. Padahal, aslinya Lennon mengatakan "Cranberry sauce".

Strawberry Fields Forever terinspirasi oleh masa kecil Lennon ketika bermain di taman Strawberry Fields, panti asuhan di dekat rumah masa kecilnya di Liverpool. Salah satu hiburan Lennon di masa itu yaitu ketika ada pesta kebun di dekat panti asuhan, dan ada band yang bermain. Jika bunyi musik sudah terdengar saja, biasanya Lennon akan melompat-lompat antusias sambil berteriak ke tantenya "Mimi, ayo cepat. Kita bisa terlambat."

Mimi (tante dari Lennon) tidak begitu suka setiap Lennon pergi ke Strawberry Fields. Selain karena Strawberry Fields merupakan rumah yatim piatu, Mimi takut John Lennon tersesat. Akan tetapi, Lennon kecil sangat suka pergi ke sana. Ia merasa memiliki kekerabatan dengan anak-anak di sana karena ia juga kehilangan kasih sayang dan sosok orang tua di masa kecilnya.

Setelah Lennon menyanyikan bagian "let me take you down, 'cause I'm going to", kita bisa mendengar bunyi beep yang panjang. Bunyi beep ini sebenarnya adalah kode morse yang membentuk huruf J dan L, inisial dari John Lennon. Untuk refrain-nya, sekali lagi ia terinspirasi dengan kenangan masa kecilnya itu. Kalimat "nothing to get hung about" aslinya diucapkan Tante Mimi ketika beliau melarang keras Lennon untuk bermain di taman panti asuhan itu.

Sebelum meninggal, John Lennon mendonasikan sejumlah uang ke Strawberry Fields. Salah satu bangunan di sana dinamai "Lennon Hall". Strawberry Fields juga dijadikan nama memorial untuk John Lennon di Central Park, New York.

Bukan The Beatles kalau tidak unik. Di era keemasan mereka, belum banyak musisi yang mengenal music video/ video clip. The Beatles merupakan salah satu band yang menggunakan music video, di mana pada waktu itu lebih familiar disebut promotional film clip. Film clip Strawberry Fields ini diambil di Knole Park, Kent pada 30-31 Januari 1967, menampilkan efek film reverse, animasi stop motion, jump-cuts dari siang ke malam hari, dari bawah pohon loncat ke atas pohon, dan bagaimana The Beatles menumpahkan cat ke atas piano.

Phrase "No one I think is in my tree" dimaksudkan Lennon bahwa tidak ada orang yang se-hip dirinya 

Well there, you have it. My top 10 Beatles songs. Bagaimana mungkin dari seluruh Beatles catalog dimampatkan menjadi 10 lagu saja? Ada terlalu banyak lagu mereka lainnya yang juga enak didengar. Sekali lagi, it based on my personal opinion. It's okay jika ada teman-teman yang kurang setuju dengan list ini dan mungkin mau menambahkan juga top 10 Beatles songs versi kalian.

Akhir kata, The Beatles dengan segala eksperimen dan originalitasnya, membawa musik British ke seluruh penjuru dunia dan selamanya mengubah pandangan akan musik, dengan membuktikan bahwa musik dapat menginfeksi dan mengobati di saat yang bersamaan.  Keberadaannya sebagai pusat revolusi pop-culture dan musik akan tetap bergema, dulu kini dan nanti.